Selasa, 30 September 2014

JUJUR = AJUR,,,?????



Assalamualaikum.wr.wb,,

Pernahkah teman teman mendengar kalimat di atas,,????
Hmmm,,,pasti ane yakin banyak yang pernah denger kata kata tersebut. Apalagi jika kalian orang Jawa, pasti gk asing lagi dengan kata2 tersebut.

Kata kata itu emang pendek, tapi maknanya luas,,makanya akan kita bahas disini.

Kalo secara pribadi hati nurani, aq gk setuju dengan kata di atas. Kenapa,,???
Secara kita umat beragama, yang sejak dini telah diajarkan untuk mengatakan yang Benar adalah Benar, dan yang Salah adalah Salah. Bahkan dulu waktu kecil, ane masih ingat diajari sama ustad ane tentang 4 sifat Rasulullah yaitu Shiddiq, Amanah, Tabligh, Fathonah.
Dari 4 sifat diatas yang bermakna Jujur adalah Shiddiq, ntu berarti dah jelas kan sob,,bahwa secara gak langsung kita harus meniru sifat Rasulullah tersebut.



Sesuai sabda Rasul : QULIL HAQQA WALAU KANA MURRON ,,"Katakanlah yang benar walaupun itu pahit".

Dari sabda rasul di atas bisa kita simpulkan, bahwa ajaran tentang kebenaran itu sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW.
Jadi kata kata JUJUR = AJUR, itu menurut ane sih gak setuju bro, karena itu bertentangan dengan ajaran Rasul Muhammad SAW.


Ajaran tentang kejujuran gk cuma di agama aja, di matematika pun juga dijabarkan:
Mengapa plus dikali plus hasilnya plus & juga kalau minus dikali plus atau sebaliknya plus dikali minus hasilnya minus? Anehnya pula, kenapa minus dikali minus hasilnya plus ?

Hikmahnya adalah:
» Mengatakan/menyatakan”Benar”terhadap hal-hal yang”Benar”adalah suatu tindakan yang”Benar”ataubahasa matematikanya seperti ini”+ x + = +”

» Mengatakan/menyatakan”Benar”terhadap sesuatu yang”Salah”adalah suatu tindakan yang”Salah”atau dgn kata lain”+ x – = -”

» Mengatakan/menyatakan”Salah”terhadap sesuatu yang”Benar”adalah suatu tindakan yang”Salah”ataupenulisan logika matematikanya seperti ini”- x + = -”

» Terakhir, mengatakan/menyatakan”Salah”terhadap sesuatu yang”Salah”adalah suatu tindakan yang”Benar”atau”- x – = +” 
Mungkin bagi sebagian orang gak gampang buat berkata jujur apalagi buat orang yang sudah terbiasa berkata Bohong. Entah itu bohong masalah apapun, mau di rumah, di sekolah, kampus di tempat kerjapun sering kali orang berkata bohong (Pengalaman Pribadi), dengan alasan yang bermacam macam, entah itu demi nyenengin Bos lah (ABS) atau biar gak kelihatan malu di depan teman atau Costumer,, Jadinya bohong itu serasa sudah mendarah daging. wkwkwkwk lebay banget ^_^
Mudah-mudahan setelah membaca coretan ane ini , orang yang Bohongnya sudah mendarah daging ataupun "Memborok" bisa berangsur angsur sembuh. Aamiinn,,,,
Semoga Kita dapat mengambil hikmah yang bermanfaat dan semoga coretan ini dapat bermanfaat bagi ane sendiri khususnya & buat temen 2 semua disana pada umumnya.
 
 Wassalamualaikum.wr.wb,,
 

Senin, 29 September 2014

Sembilan dari sepuluh pintu rezeki berasal dari perdagangan

Assalamualaikum.wr.wb,,,

Alhamdulillah, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Ada sebuah hadits yang sering tersebar di kalangan orang awam sebagai motivasi untuk berbisnis atau menjadi pedagang. Namun, disayangkan hadits ini belum diletiti akan keshahihannya. Walaupun mungkin makna perkataan tersebut benar dan sah-sah saja. Akan tetapi, sangat tidak tepat jika kita menyandarkan suatu perkataan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal beliau tidak pernah mengatakannya. Karena, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri bersabda,
مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
Barangsiapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka silakan ia mengambil tempat duduknya di neraka.” (HR. Bukhari, no. 1291 dan Muslim, no. 3).
Hadits yang kami maksudkan di atas adalah hadits berikut ini,
تِسْعَةُ أَعْشَارِ الرِزْقِ فِي التِّجَارَةِ
"Sembilan dari sepuluh pintu rezeki ada dalam perdagangan."
Sekarang kita akan meneliti shahih ataukah tidak hadits tersebut.
Perkataan Para Ulama Pakar Hadits
Dalam Al-Istidzkar (8/196), Al-Hafizh Ibnu ‘Abdil Barr mengisyaratkan bahwa hadits ini dha’if (lemah, ed.).
Dalam Al-Mughni ‘an Hamlil Asfar, Al-Hafizh Al-‘Iraqi pada hadits no. 1576 membawakan hadits,
عليكم بالتجارة فإن فيها تسعة أعشار الرزقة
Hendaklah kalian berdagang karena berdagang merupakan sembilan dari sepuluh pintu rezeki.
Diriwayatkan oleh Ibrahim Al-Harbi dalam Gharib Al-Hadits dari hadits Nu’aim bin ‘Abdirrahman,
تِسْعَةُ أَعْشَارِ الرِزْقِ فِي التِّجَارَةِ
"Sembilan dari sepuluh pintu rezeki ada dalam perdagangan.".Para perawinya tsiqah (kredibel). Nu'aim di sini dikatakan oleh Ibnu Mandah bahwa dia hidup di zaman sahabat, namun itu tidaklah benar. Abu Hatim Ar-Razi dan Ibnu Hibban mengatakan bahwa hadits ini memiliki taabi' (penguat), sehingga haditsnya dapat dikatakan mursal [Hadits mursal adalah hadits yang dikatakan oleh seorang tabi’in langsung dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa menyebut sahabat. Hadits mursal adalah di antara hadits dha’if yang sifat sanadnya terputus (munqothi’)].
Dalam Dha’if Al-Jaami’ no. 2434, terdapat hadits di atas. Takrij dari Suyuthi: Dari Nu’aim bin ‘Abdirrahman Al-Azdi dan Yahya bin Jabir Ath-Tha’i, diriwayatkan secara mursal. Syaikh Al-Albani berkomentar hadits tersebut dha’if.
Hadits tersebut dikeluarkan pula oleh Ibnu Abid Dunya dalam Ishlah Al-Maal (hal. 73), dari Nu’aim bin ‘Abdirrahman.[1]
Conclusion: Hadits tersebut adalah dha’if sehingga tidak bisa disandarkan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, walaupun maknanya mungkin saja benar. Wallahu a’lam bish shawab.
Penjelasan Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdirrahman Al-Jibrin
Beliau ditanya, “Apakah hadits ini shahih, yaitu ‘perdagangan adalah sembilan dari sepuluh pintu rezeki’ sebagaimana yang selama ini sering kami dengar?”
Syaikh rahimahullah menjawab, “Aku tidak mendapati hadits tersebut dalam kitab-kitab hadits seperti Jaami’ Al-Ushul, Majma’ Az-Zawaid, At-Targhib wa At-Tarhib dan semacamnya. Abu ‘Abdillah Muhammad bin ‘Abdirrahman Al-Washabi menyebutkan dalam kitabnya Al-Barakah fis Sa’yil Harakah halaman 193, beliau menegaskan bahwa hadits tersebut marfu’ (sampai pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam). Beliau juga menyebutkan beberapa hadits dha’if, namun beliau tidak melakukan takhrij terhadapnya. Sebenarnya hadits tersebut tidak diriwayatkan dalam kitab shahih, kitab sunan, maupun musnad yang masyhur. Yang nampak jelas, hadits tersebut adalah hadits dha’if. Mungkin saja hadits tersebut mauquf (sampai pada sahabat), maqthu’ (hanya sampai pada tabi’in) atau hanya perkataan para ahli hikmah. Perkataan tersebut boleh jadi adalah perkataan sebagian orang mengenai keuntungan dari seseorang yang mencari nafkah lewat perdagangan.
Sebenarnya, telah terdapat beberapa hadits dalam masalah berdagang yang menyebutkan keutamaanya dan juga menyebutkan bagaimana adab-adabnya sebagaimana disebutkan dalam kitab At-Targhib wa At-Tarhib, yang disusun oleh Al-Mundziri, juga dalam kitab lainnya. Di antara hadits yang memotivasi untuk berdagang adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِى بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَذَبَا وَكَتَمَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا
Orang yang bertransaksi jual beli masing-masing memilki hak khiyar (membatalkan atau melanjutkan transaksi) selama keduanya belum berpisah. Jika keduanya jujur dan terbuka, maka keduanya akan mendapatkan keberkahan dalam jual beli, tapi jika keduanya berdusta dan tidak terbuka, maka keberkahan jual beli antara keduanya akan hilang,” (Muttafaqun ‘alaih)[2]
Juga pada hadits,
أَطْيَبُ الْكَسْبِ عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ
Sebaik-baik pekerjaan adalah pekerjaan seorang pria dengan tangannya dan setiap jual beli yang mabrur.” (HR. Ahmad, Al-Bazzar, Ath-Thabrani dan selainnya, dari Ibnu ‘Umar, Rafi’ bin Khudaij, Abu Burdah bin Niyar dan selainnya). Wallahu a’lam.[3]

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi (untuk mencari rezeki dan usaha yang halal) dan carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS. al-Jumu’ah: 10).
Dalam ayat lain Dia Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Kemudian, apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal (kepada-Nya).” (QS. Ali ‘Imraan: 159).
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ، وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ
Orang mukmin yang kuat (dalam iman dan tekadnya) lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang mukmin yang lemah, dan masing-masing (dari keduanya) memiliki kebaikan, bersemangatlah (melakukan) hal-hal yang bermanfaat bagimu dan mintalah (selalu) pertolongan kepada Allah, serta janganlah (bersikap) lemah…[1].

Mudah mudahan sedikit coretan ini berguna bagi diri saya pribadi khususnya, & untuk teman - teman yang membaca blog ini.
Wabillaihi taufik wal hidayah,,

Wassalamualaikum.wr.wb